Groupe

CEO Adidas, Bjorn Gulden, baru-baru ini menyampaikan kekhawatirannya terkait potensi dampak tarif impor tambahan yang direncanakan oleh Amerika Serikat. Menurut Gulden, penerapan tarif sebesar 25% pada lebih banyak negara dapat memicu inflasi dan menurunkan volume penjualan. Ia menekankan bahwa kenaikan harga akibat tarif tersebut akan membuat konsumen cenderung mengurangi pembelian produk.

Adidas saat ini mengandalkan Vietnam sebagai negara produsen utama, dengan 27% dari total produksi perusahaan berasal dari negara tersebut. Indonesia dan China mengikuti dengan kontribusi masing-masing 19% dan 16%. Meskipun pemerintah AS telah memberlakukan tarif lebih tinggi pada barang-barang dari China, Kanada, dan Meksiko, ancaman tarif terhadap Vietnam dapat berdampak signifikan pada rantai pasok Adidas.

Gulden mengakui bahwa perusahaan belum dapat memperkirakan secara pasti dampak dari tarif tersebut, namun ia menekankan perlunya penyesuaian cepat jika tarif diberlakukan. Ia juga mencatat bahwa dampak tarif AS terhadap barang-barang dari China relatif kecil bagi Adidas, karena kurang dari 5% produk yang dijual di AS diproduksi di China.

Pernyataan Gulden ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh perusahaan multinasional dalam menghadapi kebijakan perdagangan proteksionis. Penerapan tarif impor tambahan tidak hanya berpotensi meningkatkan inflasi, tetapi juga dapat mempengaruhi daya beli konsumen dan kinerja penjualan perusahaan.